PERANAN ORANG TUA TERHADAP UPAYA
PENNGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
Oleh; Zaenuddin Kabai
(081342537529)
Pentingnya pendidikan dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia (SDM) menuju peningkatan kualitas kehidupan
suatu bangsa. Akan tetapi manakala penanganannya keliru, maka dapat berakibat
bukan hanya keterbelakangan suatu bangsa karena suatu beban masyarakat semakin
hari semakin tak terkendali- akan tetapi justru menyebabkan kehancuran suatu
bangsa. Sebab dalam Al Qur’an tercantum hanya golongan yang akan diangkat
derajatnya oleh Allah yakni; orang-orang beriman, dan orang-orang berilmu
(Hasan, 1956)
Dalam era informasi
dan globalisasi, pendidikan diperhadapkan oleh tantangan untuk menyiapkan
kualitas SDM menuju persaingan global, dan tuntutan kemampuan seluruh unsur
untuk terlibat dalam membina anak secara berkesinambungan. Tentunya peranan
orang tua sangat diharapkan untuk membangkitkan motivasi belajar anaknya dalam
meningkatkan volume belajar guna mempersiapkan dirinya dalam menempuh kehidupan
serba kompleks. Sementara itu sampai saat ini, masalah mutu pendidikan masih
tetap menjadi isu sentral-sebagai salah landasan utama peningkatan SDM. Hal ini
menandakan bahwa keprihatinan terhadap mutu pendidikan masih mewarnai
perjalanan bangsa ini. Karenanya upaya maksimal terhadap peningkatan mutu
pendidikan masih sangat diharapkan. Dengan indicator UMPTN, mutu pendidikan di
Kabupaten Bantaeng khususunya SMA masih sangat jauh dari harapan.
Sekalipun disadari bahwa telah banyak
upaya dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan kita tercermin pada
kebijakan pendidikan yang ditekankan kepada ; (a) peningkatan mutu pendidikan,
(b) perluasan kesempatan kerja, (c) peningkatan relevansi pendidikan dan dunia
kerja, (d) peningkatan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran, (e)
peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan pemberian
rekomendasi izin belajar.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, tidak
lain pemerintah senantiasa melakukan penambahan jumlah gedung sekolah, ruang
belajar, perpustakaan, laboratorium dan fasilitas belajar lainnya, mengusahakan
pembaharuan kurikulum yang seiring dengan pergantian menteri pendidikan, dan
metode mengajar, ditambah lagi upaya peningkatan kualitas profesionalisme guru
dengan penataran guru mata pelajaran, diklat proses belajar mengajar, pembuatan
test dan penilaian hasil belajar. Selain itu pemerintah memacu peningkatan
kinerja guru melalui pemberian tujangan sertifikasi (tunjangan profesi).
Mensinyalir kondisi tersebut mengenai
upaya pemantapan system pendidikan terutama peningkatan mutu pendidikan
sebagian besar adalah masih merupakan upaya pemerintah. Sementara peranan
keluarga belumlah mengambil bagian didalamnya. Padahal dalam UU SISDIKNAS 2003.
Dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah,
masyarakat dan keluarga.
Peranan keluarga dalam pelaksanaan
pendidikan sekolah anak-anaknya masih berkisar kepada pemberian sumbangan untuk
fasilitas belajar sekolah, sedangakan menyangkut PBM seluruhnya diserahkan
kepada sekolah atau guru. Padahal perlu dipertanyakan adalah sejauh manakah
peranan keluarga dalam membina atau memantau kegiatan belajar anaknya dirumah,
Apakah ada waktu yang disediakan untuk belajar dirumah, tanpa memberi pekerjaan
untuk keperluan hidup sehari-hari ? apakah orang tua telah menyiapkan fasilitas
belajar sesuai dengan kebutuhan belajar ?
Berdasar dari latar belakang tersebut
dapat disinyalir bahwa, kurang berperannya orang tua dalam meningkatkan
motivasi belajar anaknya dirumah sebagai salahsatu penyebab rendahnya kualitas
belajar sekaligus berakibat pada mutu pendidikan sulit ditingkatkan. Karenanya
yang menjadi pemasalahan adalah(1) Sejauh mana peranan orang tua dalam upaya
meningkatkan motivasi belajar anaknya, (2) Bagaimanakah kemampuan belajar anak
dirumah. Dengan tujuan untuk mengkaji sejauh mana peranan orang tua dalam upaya
meningkatkan motivasi belajar anaknya, (2) untuk mengetahui kemampuan belajar
anak dirumah. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai : (1) sumbangan
pemikiran kepada siapa saja yang menjadi penanggung jawab sekolah, (2) himbauan
kepada orang tua,pemerintah, dan masyarakat untuk lebih meningkatkan
perhatiannya kepada dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya pendidikan
anaknya sendiri,(3) salah satu motivasi bagai penulis untuk mengkaji lebih jauh
tentang bagaimana peranan orang tua terhadap motivasi anak-anaknya.
A.Ketidakpedulian Orang Tua Terhadap Motivasi
Belajar Anaknya
Kurang berperanya orang tua dalam
kegiatan belajar anaknya dirumah, tidak hanya terjadi dikalangan keluarga
berekonomi lemah, tetapi juga berada dalam lingkungan keluarga berada. Keluarga
yang mempunyai tingkat ekonomi biasanya tidak mampu menyiapkan fasilitas untuk
belajar dirumah, waktu belajar dirumah digunakan untuk membantu orang tua dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebaliknya , bagi kalangan keluarga
ekonomi menengah keatas tidak ada waktu untuk berkonsultasi dengan anaknya
mengenai kebutuhan belajarnya-bahkan ada yang beranggapan bahwa, semua bisa
dipecahkan dengan uang saku. Anaknya akan belajar dengan sungguh-sungguh, jika
disediakan fasilitas belajar yang berlebihan. Sungguh banyak orang tua
melupakan bahwa ada kebutuhan tidak dapat diganti dengan uang, misalnya; tutur
sapa, perhatian, pujian, dan kasih saying ibu dan ayah.
Betapa kecewanya sang anak, jika saat
dia memperlihatkan laporan kemajuan belajarnya kepada orang tuanya, sementara
hanya dapat disambut dengan kata nanti saja-ayah masih banyak urusan. Frustrasi
anak dapat berakibat pada timbulnya reaksi negative kearah eleminasi motivasi
untuk berprestasi yang justru sangat merugikan pendidikannya.
B. Peranan Orang Tua Dalam Pembelajaran Anaknya
Dirumah
Tidak ada satupun yang menyangkal bahwa pendidikan itu berawal
dilingkungan keluarga, tetapi dengan berkembangnya pendidikan sekolah,
masyarakat berangsur-angsur mengurangi peranannya dalam mendidik anak-anaknya
ddan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Oleh sebab itu jika anak salah
tingkah lakunya, kuarang terampil dalam pekerjaan sehari-hari sekalipun tidak
ada hubungannya dengan pelajaran dsekolah, yang dipersalahkan adalah sekolah.
Dikalangan orang tua sering terdengar ungkapan-percuma kamu disekolahkan kalau
merapikan tempat tidur saja tidak mampu. Sekolahdianggap segalanya. Oleh sebab
itu kuat alas an untuk mempersoalkan peranan keluarga dalam upaya peningkatan motivasi
belajar siswa atau anaknya, terutama dlam mengambil kebijaksanaan yang
menempatkan kembali keluarga sebagai pendidik pertama dan utama. Dalam era ilmu
pengetahuan dan teknologi, diomana era industrialisasi senantiasa diwarnai
dengan kesibukan dan menyita waktu, pendidikan pertama dan uatama memerlukan
pengaturan waktu yang tepat. Didalamnya tersedia waktu untuk anak-anak beserta
anggota keluarga, konsultasi mengenai kebutuhan masing-masing dalam suasana
keakraban, dengan kata lain perlu terciptanya suasana hidup bersama dalam
lingkungan keluarga yang menyenangkan.
Suasana menyenangkan dalam
lingkungan keluarga tidak hanya ditentukan oleh melimpahnya perabot dan
alat-alat rumah tangga serba canggih, tetapi juga komunikasi yang akrab, sapaan
yang mesra, interaksi yang gembira, penuh pengertian dan kasih saying.
Barometernya bukan materi, tetapi kepuasan batin. Dengan suasana menyenangkan
dalam lingkungan keluarga dapat membawa anak dalam suasana lebih bergairah
untuk belajar, tentunya dengan demikian dapat pula meningkatkan motivasi
belajar siswa menuju peningkatan prestasi belajar. Para ahli pendidikan
berpendapat bahwa anak-anak nakal peda umumnya berasal dari keluarga kurang
peduli terhadap aktivitas anak-anaknya.Terutama pada aktivitas belajar
anak-anaknya.
Menurut Slameto (2003) peranan ayah dalam
pendidikan anak adalah seperangkat kegiatan terpola yang biasa dilakukannya
sebagai; (1) Provider yaitu penyedia fasilitas belajar, buku dan alat-alat
tulis, jadwal belajar dan kegiatan sehari-hari, buku konsultasi/PR/latihan, (2)
Teacher atau pendidik; menjelaskan perlunya dan menasehati agar belajar dengan
rajin dan berprestasi, apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan, menegur
bila anak lalai dalam tugas dan dan member sanksi jika dipandang perlu, (3)
problem solver atau pembimbing; membantu memecahkan masalah anak dan pembuat
keputusan dalam belajar/sekolah, Menyangkut langkah-langkah apa saja yang
ditempuh anak dalam belajar, menceknya, dan menanyakan nilai yang diperoleh disekolah,
untuk model atau teladan kehidupan rutin setiap hari, mengatur waktu nonton TV,
menyuruh anak belajar sesuai jadwal. Selanjutnya dikatakan pentingnya peran
ayah bagi perkembangan pribadi anak, baik social, emosional maupun
intelektualnya/kemampuan-kemampuannya sehingga member peluang untuk sukses
belajarnya, identitas gender yang sehat, perkembangan moral dengan nilainya dan
sikses lebih utama dalam keluarga dan kerja/kariernya kelak. Selain itu
menegaskan bahwa terhadap semua itu pengaruh peran ayah yang peling kuat adalah
terhadap prestasi belajar anak dan harmonisasi hubungan social.
Apatah lagi dalam menghadapi
masa-masa yang akan datang penuh dengan tantangan persaingan dalam
memperebutkan suatu kesempatan berbagai aspek kehidupan, tentunya diperlukan
ketangguhan, keuletan dan kecerdasan baik dari kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual dalam menghadapai suatu
masalah. Dengan kata lain sangat diharuskan selalu ada kerjasama antara sekolah
dan orang tua. Terutama perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar
anak-anaknya, dan pemenuhan fasilitas belajar merupakan faktor penentu utama
selain faktor lainnya. Tanpa itu semua maka harapan untuk meningkatkan kualitas
kecerdasan pebelajar sulit diwujudkan menjadi nyata.
Belum memadainya perhatian orang
tua terhadap pendidikan anak-anaknya, baik orang tua murid terpelajar, ekonomi
lemah, maupun urang tua murid dengan golongan ekonomi menengah keatas, baik
orang tua bermukim dipedesaan maupun didaerah perkotaan adalah sebagai akibat
dari kecenderungan pemikiran kalangan keluarga atau orang tua murid terhadap
output pendidikan; (1) lepas tangan kepada masalah belajar anaknya, semuanya
diserahkan kepada sekolah, (2) lebih mengutamakan infestasi material ketimbang
infestasi intelektual, (3) Mengupayakan anaknya naik kelas terus menerus dan
ujian akhir dengan nilai yang amat baik atas kebijaksanaan guru/pihak sekolah,
(4) menyalahkan guru kalau prestasi belajar anak-anaknya rendah, (5) tidak ada
upaya untuk mengikutkan anaknya ikut bimbingan belajar dimana saja sesuai
dengan kepentingan belajar dengan alas an tidak ada biaya.
Padahal jika peranan ayah
terlaksana secara serius maka menurut National parents teacher asosiation dalam
(Slameto, 2003) yang mendasarkan hasil-hasil penelitian selama bertahun-tahun,
menyimpulkan manfaat peran ayah adalah ; makin baiknya perkembangan anak secara
pisik sosio emosional, keterampilan, kognitif, pengetahuan dan sikap dan
bagaimana anak belajar sehingga prestasi belajarnya lebih tinggi sering
mendapat nilai A (9-10).
Kehadiran sekolah lebih
tertib/disiplin serta aktif dalam intrakkokurikuler, menyelesaikan dengan tepat
dan benar PR, bersikap lebih positif terhadap sekolah, mendapat rangkin yang
lebih tinggi, dan setelah tamat SLTA memasuki perguruan tinggi pavorit.
C. Kemampuan Anak Belajar Dirumah
Pada dasarnya
semua ahli pendidikan mengakui bahwa ada 3 pusat pendidikan yaitu; keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Akan tetapi makalah ini memusatkan perhatian pada
kepedulian orang tua terhadap pendidikan atau kegiatan belajar anak-anaknya
dirumah. Memang penulis menyadari bahwa tidak semua orang tua tidak peduli,
akan tetapi kajian ini adalah orang tua yang tidak peduli kegiatan belajar
anak-anaknya dirumah. Apakah anak takut belajar dirumah dengan mengandalkan
pantauan, peringatan, dorongan belajar dan menyediakan waktu dan fasilitas
belajar dari orang tua ? Jawabnya terdapat dalam teori belajar dan
membelajarkan.
Menurut aliran ilmu Gestalt dalam
(Sardiman, 2003) beberapa perinsip belajar yang penting antara lain : (1)
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya secara keseluruhan tidak hanya secara
intelektual, tetapi juga secara pisik, emosional, social dan sebagainya, (2) Belajar
adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan, (3) Manusia berkembang secara
keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala
aspek-aspeknya, (4) Belajar adalah perkembangan alat diferensiasi yang lebih
luas, (5) Belajar hanya berhasil apabila kematangan untuk memperoleh
insting,(6) Tidak mungkin ada belajar tanpa kemauan untuk belajar, motivasi
member dorongan yang menggerakkan seluruh organism, (7) Belajar akan berhasil
kalau ada tujuan, (8) Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif,
bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Pernyataan tersebut diatas maka manusia bukan hanya
mempunyai kebutuhan akan pendidikan, tetap juga mempunyai kemampuan untuk di
didik, yang disebabkan oleh adanya kemampuan belajar atau bakat belajar, minat
belajar, sikap terhadap pelajaran serta motivasi belajar. Tak seorangpun yang
dapat menyangkal bahwa manusia dapat menjangkau pengetahuan yang sangat tinggi,
sehingga dapat menguasai alam, mangarungi samudera dan menjelajah ruang angkasa.
Manusia bukan saja dapat dipandang sebagai makhluk yang mempunyai bakat, tetapi
untuk menjamin eksisitensinya, manusia harus mencapai prestasi besar dalam
belajar. Sekalipun keberhasilan itu tidak mungkin tanpa optimalisasi peranan
orang tua dalam memotivasi anaknya untuk belajar. Sebab menurut Sardiman (2003)
dalam kegiatan belajar adalah merupakan
faktor yang sangat penting, selalu ada halangan/kesulitan, memerlukan
aktivitas, dan dalam menghadapi kesulitan sering terdapat kemungkinan
bermacam-macam respon.
D. Unsur-unsur Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar memang diperlukan ketekunan atau
keseriusan seluruh potensi, sekalipun demikian terkadang dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Robert dalam (Natawidjaja, 1979) secara garis besar
belajar dipengaruhi oleh faktor interen dan faktor eksteren.
Faktor interen terdiri dari; (1)
kegiatan belajar sesuai dengan perubahan biologis, (2) belajar untuk belajar,
artinya menilai dasar yang paling ringan/mudah sampai pada yang paling berat
atau paling tinggi, (3) kemampuan belajar hal sangat terkait dengan bakat sejak
lahir, (4) kumpulan persepsi dan pengertian yang menjadi dasar seseorang anak
didalam mempelajari sesuatu pengalaman belajar baru.
Faktor eksteren terdiri dari; (1) Kontiguitas,
artinya peristiwa belajaryang terjadi hamper secara serentak, (2) latihan,
berarti mengulang sewaktu adanya ransangan, (3) penguatan, seperti pujian,
pemberian hadiah.
Thomas F. Staton dalam ( Sardiman,
2003) menguraikan enam macam faktor psikologis dalam belajar, yakni : (1)
motivasi, mengetahui apa yang akan dipelajari, memahami mengapa hal tersebut
dipelajari, (2) konsentrasi, (3) reaksi, artinya diperlukan keterlibatan unsure
fisik maupun mental, (4) organisasi, artinya menempatkan bagian-bagian
pelajaran kedalam suatu pengrtian, (5) pemahaman, (6) ulangan.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas
maka motivasi belajar adalah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan seseorang untuk belajar lebih giat, sedangkan belajar lebih giat
sangat menentukan prestasi belajar sisiwa. Oleh karenanya peranan orang tua
dalam memotivasi anaknya guna meningkatkan aktifitas belajar anaknya sangat
diharapkan. Sementara motivasi akan muncul manakala : (1) adanya ingin tahu,
(2) adanya sifat kreatif, (3) adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari
orang tua, guru, danteman-temannya, (4) adanya keinginan untuk memperbaiki
kegagalan, (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, (6) adanya
ganjaran, Arden N. Fandsen dalam (Suryabrata, 2002).
Berpijak dari beberapa pendapat
tersebut, barangkali tidaklah berlebihan manakala para ahli psikologi
berpendapat bahwa manusia dapat dididik dan dilatih, karena mempunyai bakat
belajar. Selain itu manusia bukan saja membutuhkan pendidikan, tetapi juga
mampu mendidik karena mempunyai bakat belajar dan memungkinkan manusia dapat
menjangkau pengetahuan yang sangat tinggi sehingga dapat mengatasi alam,
mengarungi samudera dan menjelajah ruang angkasa. Manusia bukan saja sekedar dapat
dipandang mempunyai bakat belajar untuk menjamin eksisitensinya, tapi manusia
harus mencapai prestasi yang besar dalam belajar.
Sebenarnya sebelum memasuki taman
kanak-kanak dan sekolah dasar, anak-anak telah memiliki beberapa pengetahuan,
yang tentunya diperoleh melalui proses belajar. Ini berarti bahwa sebelum masuk
sekolah, anak-anak telah melakukan berbagai kegiatan belajar. Mereka belajar
melalui proses interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga.
Mereka belajar pada anggota keluarga, teman-teman, pada siapa saja
disekitarnya. Tetapi keluarga yang paling dekat sehingga dikatakan terutama
dilingkungan keluarga.
Gejala belajar diluar pengawasan,
tidak hanya terdapat dikalangan anak-anak, tetapi juga murid-murid yang duduk
dibangku sekolah.Kegiatan murid-murid disekolah sebagian besar hanya menyalin
pelajaran, melalui diktat atau papan tulis. Apa yang dimaksud dengan minggu
tenang yang biasanya diadakan menjelang ulangan umum, tapi kenyataannya ada
lah minggu kesibukan belajar
dirumah, karena pada waktu itu murid-murid mendapat peluang waktu sangat
berharda untuk belajar intensif menghadapi ulangan umum semester, penaikan
kelas atau ujian akhir.Sekalipun demikian itupun masih lebih baik ketimbang
hanya menunggu kunci jawaban dari teman-temannya.
Psikolog modern pada umumnya
mengakui bahwa manusia ketika dilahirkan baru memiliki kemammpuan. Kemampuan
yang potensial atau belum terwujud. Pengetahuan berawal pada kekagumana manusia
akan alam yang dihadapi, baik besar maupun kecil. Manusia dibekali hasrat ingin
tahu. Sifat ingin tahu manusia ditunjukkan sejak anak-anak, ditandai dengan
seringnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan berusaha menemukan jawabannya-
baik melalui pertanyaan kepada yang lebih tua atau yang dituakan, maupun
melalui gerakan untuk mencari yang sering dinilai oleh orang dewasa gelisah
atau rewel bahkan ada yang mengatakan jamala (bahasa daerah Bantaeng). Dari
dorongan ingin tahu, manusia berusaha menemukan pengetahuan mengenai hal yang
dipertanyakan. Maka kelirulah pendapat yang menganggap bahwa hanya dapat
belajar kalau diawasi oleh guru. Dengan demikian kekeliruan orang tua yang
menyerahkan segala urusan belajar dan pembelajaran untuk anak-anaknya pada
sekolah.
Tidak boleh ditepis bahwa guru
yang karena tugasnya telah dilatih lebih dahulu untuk mengajar secara
sistimatis dan metodis, dan oleh karenanya hasilnya dapat lebih baik. Selain
itu Sardiman (2003) mengatakan bahwa guru hanya memiliki kemampuan professional,
memiliki kapasitas intelektuan, memiliki sifat edukasi sosia. Akan tetapi perlu
diingat bahwa guru hanya dapat mengantar murid kedalam situasi belajar, yang
belajar adalah siswa itu sendiri. Kemudian kemampuan atau motivasi belajar
siswa, selain itu dipengaruhi oleh situasi belajar yang diciptakan oleh orang
tua dirumah, kalau disekolah gurulah yang berperan, kalau dirumah orang tualah
yang berperan dan keduanya saling mendukung dan saling melengkapi.
Belajar adalah suatu upay perubahan
perilaku, dapat pula diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik keperkembangan
peribadi seutuhnya Sardiman (2003). Sedangkan perilaku seseorang mencerminkan
keinginan-keinginan dan tujuan-tujuannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
belajar sebagai perilaku adalah kegiatan yang bertujuan, karenanya didalamnya
terdapat motivasi, minat, sikap, bakat
dan kemampuan baik IQ, EQ, SQ, maupun social question (SOC.Q). Sangat
menentukan keberhasilan belajar.
Setiap aspek dari tingkah laku
manusia dirumah, sekolah, atau dimasyarakat, hanya dapat dipahami dari segi
kebutuhan dan pemuasannya, sehubungan dengan tuntutan-tuntutan situasi yang
dihadapi oleh individu itu. Dia menempatkan kebutuhan sebagai dasar dari segala
tindakan manusia, sehingga kebutuhan dan korelasinya dengan motivasi dipandang sebagai
kunci utama dalam membimbing tingkah laku manusia. Arden N. Frandsen dalam
(Suryabrata, 2002). Selanjutnya Sardiman (2003) mengatakan bahwa kebutuhan
siswa terdiri dari; (1) kebutuhan social, (2) kebutuhan intelektual.
Sedangkan Robert dalam Sardiman
(2003) melihat perlunya kebutuhan siswa dipenuhi agar mereka memperoleh
kepuasan belajar. Siswa sebagai subyek belajar maka yang harus dipenuhi adalah;
(1) memahami dan menerima keadaan jasmani, (2) komunikasi dengan
teman-temannya, (3) komunikasi Yang lebih matang dengan orang dewasa, (4)
mencapai kematangan emosional, (5) kemandirian dalam lapangan financial, (6)
mencapai kematangan intelektual, (7) membentuk pandangan hidup, (8) kesiapan
untuk berumah tangga. Kedelapan kebutuhan tersebut ini, bagi setiap orang harus
dipenuhi, sekaligus dijadikan sebagai salah satu upaya orang tua agar dapat
memotivasi anaknya kearah konstruktif dan produktif dalam belajar, baik dirumah
maupun disekolah.
Berdasar dari sudut pandang teori
belajar dan membelajarkanmemberi tempat pada paranan keluarga untuk memberikan
motivasi kepada anak-anaknya agar belajar dengan sungguh-sungguh mutlak
dikerjakan dirumah. Kepedulian orang tua terhadap kegiatan belajar anak-anaknya
sangat dibutuhkan. Bagaimanapun juga anak-anak masih perlu diperingatkan,
didorong atau diberikan motivasi untuk belajar. Anak-anak memang memerlukan
paerhatian. Kalau tidak diperhatikan, maka dia akan berusaha menarik perhatian
dengan perilaku yang anrh-aneh.
E. Kerangka Pikir
Keluarga (orang tua), Sekolah, Masyarakat, berpadu dalam memotivasi siswa menuju peningkatan prestasi belajar.
PENUTUP
Berdasar dari uraian
tersebut penulis berkesimpulan bahwa keluarga sebagai pusat pendidikan pertama
dan utama. Oleh karena itu kajian mengenai peranannya merupakan suatu kemutlakan.
Dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswa. Karena ada gejala menunjukkan
kecenderungan orang tua lepas tangan terhadap pembelajaran anak-anaknya dan
menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah terutama yang berhubungan dengan proses
belajar mengajar, dengan berbagai alas an kesibukan dan halangan sehingga
mereka tidak sempat untuk berperan sebagai motivator terhadap anak-anaknya.
Makanya itu disarankan kepada orang tua demi masa depan anaknya; (1) peran
sertanya dalam mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya dirumah sangat
diharapkan, (2) pemberian sapaan sehubungan dengan pelajarannya, memberikan
peringatan, anjuran atau dorongan untuk belajar adalah merupakan hal yang
sangat menentukan keberhasilan belajar anak-anaknya. (3) memperlihatkan
kebutuhan belajar anaknya dengan jalan menyediakan fasilitas belajar sesuai
dengan kebutuhan anak dan kemampuan orang tua, (4) penyediaan waktu yang cukup
untuk belajar dengan jalan mengurangi atau membebaskan dari tugas-tugas
membantu orang tua dan urusan keluarga adalah merupakan salah satu solusi.
Daftar Bacaan
Hasan A. 1956. Tfsir
Al-Furqan. Bangil
Natawidjaja Rachman, 1979. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: CV.Mutiara
Salim Peter, 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta : Penerbit Moderen English press.
Sardiman, 2002.Interaksi
dan motivasi belajar mengajar. Jakarta; PT.Raja GrafindoPersada
Suryabrata Sumadi, 2002.Fsikologi
Pendidikan.Jakarta ; PT.Raja Grafindo persada
Slameto, 2003. Peranan ayah dalam pendidikan anak. Salatiga;
(Satya Wiydya Vol 15 No1. 2002)
UU. Sisdiknas, 2003. (UU RI No.20 Th 2003). Jakarta; PT.
Raja Grafindo Persada
Veisey John, 1982. Pendidikan
di Dunia Modern. Jakarta ; Gunung Agung.