Jumat, 18 Juli 2008

DEMOKRATISASI PENGELOLAAN SEKOLAH / MADRASAH SEBUAH TINJAUAN

DEMOKRATISASI PENGELOLAAN SEKOLAH / MADRASAH SEBUAH TINJAUAN
Zaenuddin Kabai

Peningkatan kualitas pendidikan masih menjadi perbincangan , suatu pertanda bahwa pendidikan itu merupakan suatu kebutuhan paling mendasar . Betapa sulitnya suatu bangsa untuk maju dan berkembang manakala mereka tidak mampu menata pendidikan kearah peningkatan kualitas . Sebab hanya dengan jalan inilah sehingga negara dapat berkomprtisi dimanca negara . Melalui undang – undang pendidikan no.20 tahun 2003 . mengenai upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas manuasia indonesia melalui pendidikan .Selain itu berbagai upaya dilakukan baik melalui pelatihan guru , pendidikan penyetaraan dari non S1 menjadi S1, maupun peningkatan kesejahteraan guru.

Kendatipun kenyataannya mutu pendidikan kita masih jauh dari harapan . Hal ini mengundang tanda tanya bagi pemerhati pendidikan. Disinyalir bahwa kebekuan kreatifitas guru merupakan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di indonesia..Sementara penyebab rendahnya kreatifitas guru secara umum diakibatkan oleh faktor motivasi (interen) , dan faktor lingkungan / iklim (eksteren).Padahal Guru adalah petugas terdepan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Sebab basis utama dari pada pendidikan formal adalah sekolah .Maka sudah barang tentu kepala sekolah tidak terlepas didalamnya.Karena kepala sekolah sebagai penanggung jawab, maka peningkatan kreatifitas guru adalah merupakan salah satu tanggung jawabnya.Terutama dalam mengatasi keterbatasan dana pendidikan ,kreatifitas guru sangat diharapkan .

Kepala sekolah disamping bertanggung jawab ,dan juga mempertanggungjawabkan .Terutama dalam menciptakan iklim yang dapat membangkitkan kreatifitas dalam melaksanaka tugas keseharian guru.Sebab tanpa itu maka tidak akan mungkin kebekuan kreatifitas guru dapat tercairkan .Oleh karena itu demokratisasi dalam pengelolaan sekolah / madrasah adalah merupaka suatu keharusan untuk dipersoalkan.Jika tidak maka kreatifitas dan inovasi guru sulit ditingkatkan . Sehingga pada gilirannya peningkatan kualitas pendidikan ikut terhambat. Pertanyaan mendasar adalah : Mengapa demokratisasisi pengelolaan sekolah diperlukan didalam pengelolaan sekolah / madrasah.Jawaban singkat agar supaya ;baik kepala sekolah ,maupun guru dapat mengerti pentingnya menciptakan iklim sekolah yang demokratis. Selain itu bagi guru dapat mengetahui pentingnya kreatifitas dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagai salah satu upaya untuk mengklarifikasi penyebab kebekuan kreatifitas guru menuju peningkatan kualitas pendidikan . Lebih penting lagi dapat dijadikan sebagai bahan masukan baik kepada calon pengelola maupun sebagai pengelola sekolah / madrasah.

Demokratisasi

Demokrasi pada dasarnya adalah forum dialogis bagi siapa saja yang berpikir rasional , dan bukan semata-mata dari rakayat dan oleh rakyat dan untuk rakyat.Ataukah bukan dari orang banyak semata tapi dari orang banyak yang berpikir rasional sehingga terjadi kesepakatan yang lahir dari forum dialogis,dan bukan lahir dari kekuasaan sambil mengatas namakan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakayat.
Ketika kesepakatan lahir dari kekuasaan dalam dunia pendidikan, maka secara pasti akan melahirkan ketergantungan secara terus menerus sekaligus kreatifitas guru secara pasti ikut ter eliminasi.Sehingga dengan demikian akan menghambat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya di Kab.Bantaeng. Sebab ciri khas dari demokrasi konstitusional menurut Budiardjo (1982) adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang tehadap warga negaranya. Hal ini dibatasi oleh konstitusi.Mengapa diperlukan perlunya pembatasan karena sudah menjadi kuadrat manusia penuh dengan keterbatasan,kekeliruan sehingga dalm memutuskan sesuatu diperlukan suatu forum dialogis guna memperkecil kekeliruan tersebut.Selain itu manusia ketika mempunyai kekuasaan cenderung menyala gunakan kekuasaannya.Apatah lagi kalau mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti menyala gunakannya.

Dalam rangka memperkecil kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan sekolah atau untuk lebih meningkatkan kreatifitas seluruh personil sekolah terutama guru maka pengambilan keputusan harus diputuskan melalui forum dialogis bagi siapa saja yang berpikir rasionil,dan bukan suara terbanyak semata tetapi dari orang banyak berpikir rasionil.Apatah lagi kalau dikatakan menang kalah .Sebab dalam pendidikan sebaiknya tidak dibenarkan adanya menang kalah akan tetapi kebenaran yang rasional menjadi suatu keutamaan.

Demokratisasi pengelolaan akan mengundang adanya patisipasi semua kalangan ,sehingga baik dari pihak komite sekolah ,tata usaha, alumni, maupun dari kalangan guru dan pengurus osis itu sendiri. Sehingga dengan demikian keputusan bukan keputusan semata dari atas tapi keputusan dari seluruh personil sekolah dan untuk kepentingan sekolah sendiri . Jika demikian halnya maka secara pasti akan dapat meningkatkan kreatifitas semua kalangan terutama guru ,karena mereka adalah pelaksana terdepan untuk mewujudkan kualitas pendidikan nasional .

Partisipasi dari semua kalangan dalam pengelolaan sekolah adalah wujud nyata keikut sertaan semua kalangan yang berbeda – beda kepentingannya dalam memberikan gagasan , kritik membangun , dukungan dari pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan secara rasional dan menerima secara sukarela segala keputusan yang telah ditetapkan bersama . Kesemuanya itu akan terwujud manakala pengelola sekolah menciptakan iklim yang demokratis .Sebab imron (2002) mengatakan bahwa partisipasi dalam arti luas tidak bisa dipisahkan dengan demokratisasi.Karenanya demokratisasi diperlukan untuk membangkitkan metivasi semua kalangan untuk berpartisipasi terutama guru ,maka secara pasti peningkatan kreatifitas pasti semakin meningkat karena iklim berkreasi dan berinovasi guru semakin terbuka lebar. Apatah lagi kalau memang ada upaya nyata dilakukan untuk meningkatkan partisipasi baik melalui persuasip , menawarkan program yang realistik, maupun menggunakan toko kunci .

Memang disadari bahawa terkadang ada kalangan enggan berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang diinginkan, karena ; (1)tidak adanya legalitas sebagai partisipan sehingga sulit dipisahkan mana partisipan dan mana non partisipan.(2)terlalu ambisius dan ideal sehingga muncul anggapan bahwa kebijaksanaan tidak realistis,akibatnya akan muncul keraguan bahwa partisipasi mereka akan sia-sia .(3) partisipan merasa tidak memperoleh keuntungan pribadi secara cepat.(4) Rumusan kebijaksanaan tidak jelas sehingga cenderung melahirkan persepsi negatif,(5) Transfaransi , dan akuntabilitas bagi pengelola mengundang kecurigaan semua pihak.

Pengelolaan Sekolah/Madrasah

Mulyasa (2003) .Mengemukakan empat isu kebijakan penelolaan pendidikan Nasional yang perlu direkomendasikan dalam rangka otonomi daerah yakni;peningkatan mutu,peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan,peningkatan relevansi pendidikan,pemerataan pelayanan pendidikan .Hal tersebut jika dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan ,maka tidak terlepas dengan mutu pengelolaan disekolah.Karena sekolah adalah basis utama bagi pendidikan formal,sedangkan kepala sekolah bersama guru,komite sekolah adalah penanggung jawab terdepan terhadap kualitas pendidikan nasional ,khsusnya kualitas pendidikan di kabupaten Bantaeng. Makanya itu pengelolaan sekolah secara demokratis adalah merupakan suatu keharusan.Agar pengembangan kreatifitas guru tidak mengalami stagnasi. Sebab pengelolaan menurut Sardiman (2003) adalah suatu proses yang pada dasarnya meliputi :pengadaan,pendayagunaan,dan pengembangan tenaga kependidikan,tanah,dan gedung serta pemilikannya. Makanya itu kepala sekolah sebagai penanggung jawab kata wahjosumidjo (2003) senantiasa melakukan pembinaan secara terus menerus mengenai program pengajaran,sumber daya manusia,sumber daya fisik,dan hubungan kerja sama antara sekolah dan masyarakat .
Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari peningkatan pengelolaan sekolah,dan pada fokus utamanya adalah peningkatan kualitas pembelajaran.Apatah lagi dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat sekolah dituntut untuk mengatasi persaingan agar mutu pendidikan kita senantiasa mengalami peningkatan lebih cepat dari pada perubahan zaman. Sehingga alumni sekolah tidak merasa terasing oleh zaman yang sedang melaju kedepan Olehnya itu pengelola sekolah diharapkan menurut Syafaruddin (2005) menerapkan dua strategi utama.Pertama, sistem re evaluasi lebih cepat terhadap proses yang berhubungan langsung dengan pelajar.Kedua,keterlibatan guru secara aktif dalam pembuatan keputusan dan manajemen sekolah yang partisipatif. Dengan demikian maka secara pasti kreatifitas dan inovasi guru pasti ikut meningkat karena segala keputusan mereka secara nyata dilibatkan dengan demikian secara pasti guru ikut bertanggung jawab. .
Mensinyalir sekolah adalah merupakan basis utama pendidikan formal , sedangkan Guru adalah pelaksana tugas terdepan sehingga merupakan suatu kewajaran manakala kegagalan pendidikan , yang menjadi sorotan publik paling utama adalah guru.Akan tetapi manakala sebaliknya maka guru terlupakan yang teringat hanya pahlawan tampa tanda jasa.Karenanya untuk menepis kesemuanya itu maka upaya pengembangan kreatifitas guru sangat diperlukan .
Kepala sekolah adalah Guru yang diberi tugas tambahan sebagai penanggung jawab,maka pengembangan kreatifitas guru adalah marupakan salah satu tanggung jawabnya , dengan tidak melupakan tanggung jawab lainnya. Sebab kreatifitas jika ditinjau dari asal katanya adalah kreatif,yang memiliki daya cipta,memiliki kemampuan untuk mencipta,bersifat daya cipta.Olehnya itu guru yang kreatif adealah guru yang memiliki kecerdasan dan kemampuan imanjinasi yang tinggi ( Rivai 2003).

Sekalipun diakui bahwa kreatifitas itu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan motivasi.Tapi manakala keduanya teratasi maka secara pasti guru akan berpikir kreatif,sekaligus berpikir imanjinatif yakni:cara berpikir yang menghasilkan gagasan-gagasan baru,cara baru untuk melihat hal-hal yang sebelumnya tidak berkaitan.Sebaliknya jika guru tidak berpikir kreatif maka dapatlah dipastikan bahwa peningkatan kualitas pendidikan sulit diwujudkan.Sebab hanya dengan berpikir kreatiflah yang mampu mengatasi bahaya diatur oleh kelemahan (Armstrong 2003).Dengan kelemahan yang dimiliki oleh seorang guru maka secara pasti kurang mampu berinteraksi dengan lingkungannya.Karena kreatifitas kata Munandar (1999) adalah hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Peningkatan Kemampuan untuk Berpikir Kreatif. Arthur Koestler(dalam Armstrong 2003)untuk berpikir kreatif ada tiga hal perlu dilakukan ;(1) memahami hambatan terhadap berpikir kreatif,(2) mengembangkan kemampuan indifidual untuk berpikir kreatif,(3) mengembangkan kemampuan kolektif sekolompok orang untuk mengembangkan gagasan-gagasan baru dengan braistorming maupun melalui brainwriting(J.Salusu.2003)

Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab seluruh aspek ,sudah saatnya menyadari pentingnya menggali dan meningkatkan kreatifitas guru.Selain itu kepala sekolah sebagai perpanjangan tangan pemerintah diharapkan senantiasa secara terus menerus berusaha memberi motivasi personil sekolah yang menjadi potensi kreatif dan berani mengaktualisasikannya agar kebekuan kreatifitas guru dapat mencair.

Kepala sekolah sebagai pengelola utama sekolah,maka sudah barang tentu tanggung jawab kualitas pendidikan tak terelakkan ,oleh karenanya menurut Rivai (2003) diharuskan ;(1)menciptakan iklim sekolah yang merangsang kreatifitas guru,dan bukan menciptakan iklim yang mmematikan kreatifitas dengan berbagai macam ancaman kedisiplinan (2) menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama dengan berbasis pada manajemen partipatif, (3) merumuskan tujuan yang menyentuh kepentingan bersama dengan tidak melupakan kepentingan kualitas pendidikan.

Adapun beberapa hal yang sering menghambat kreatifitas setiap individu ;(1) terlena dalam pemikiran dominan sehingga cenderung ikut-ikutan ,(2) terbatasnya pertumbuhan bebas gagasan dengan berbagai macam alasan yang tidak rasional,(3)asumsi yang dibuat tidak bermuara pada gagasan baru tapi sesuai dengan pengalaman nasa lalu dimana waktu , situasi , dan orientasi proses sudah jauh berbeda ,(4)mengurangi setiap keputusan ketika mungkin terdapat cara-cara baru sehingga berakibat output dari pada proses tertinggal oleh perkembangan zaman,(5)terkondisi oleh pencarian gagasan terbaik dan bukan gagasan yang berbeda sehingga melestarikan ketergantungan,dan mematikan kedewasaan berpikir ,(6) kurang berusaha menentang hal hal yang jelas salah karena mereka terbius oleh berbagai macam retorika sehingga musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan hanya untuk menutupi kesalahan maka lahirlah kesalahan berjamaah,(7)kecenderungan menyesuaikan diri sekalipun mereka tidak sependapat dengan istilah terserah bapak karena mereka takut ditanggapi tidak setia ,tidak loyal pada atasan ,(8)takut ditekan sehingga cenderung menerima apa adanya ,akibatnya terjadilah kesewenang-wenangan ,akhirnya dapat mempermudah lahirnya penyalah gunaan wewenang.

Berdasar dari beberapa faktor penghambat tersebut, kepala sekolah sebagai penanggung jawab sekolah senantiasa mencari solusi terbaik melalui musyawarah untuk melahirkan kesepakatan agar supaya tidak terjadi kepakuman kreatifitas .Sehingga pada gilirannya guru sebagai tenaga terdepan tidak merasa khawatir untuk : (1).melepaskan diri dari setiap batasan (2).membuka pikiran untuk menghasilkan gagasan baru.(3). membiasakan diri untuk mendalami gagasan-gagasan alternatif.

Upaya guru untuk melepaskan diri terhadap batasan yang selama ini membelenggu daya inisiatif ,dan imanjinasi untuk mengembangkan diri maka guru diharapkan : (1).mengidentifikasi gagasan dominan yang mempengaruhi untuk tidak kreatif.(2) .mendefinisikan batas-batas yakni ; pengalaman masa lalu,kebijakan,prosedur,dan peraturan.(3) .upayakan dalam bekerja untuk keluar dari batas-batas tersebut.

Selanjutnya membuka pikiran untuk menghasilkan gagasan baru dengan perinsif keberhasilan hari ini dengan cara terbaik belum tentu berhasil hari esok dengan menggunakan cara terbaik hari ini . Sehingga tertanam dalam pikiran tiada hari tanpa kreatifitas .Kalau hal ini dimiliki oleh setiap guru maka dapat dipastikan bahwa kualitas pembelajaran disekolah pasti dapat diwujudkan sesuai dengan tuntutan kualitas pendidikan . Akan tetapi manakala sebaliknya maka kualitas pendidikan hanya merupakan slogan belaka.

Kemudian guru diharapkan senantiasa membiasakan diri untuk mendalami gagasan – gagasan alternatif agar pada saat dibutuhkan pemikirannya bukanlah merupakan suatu dadakan .Akan tetapi merupakan suatu panggilan tugas yang bermuara pada pengembangan karir . Jika hal sepeti ini terbiasa maka secara pasti kreatifitas dan inovasi guru dapat terwujud menjadi suatu kenyataan .Dengan demikian kualitas pendidikan pasti ikut meningkat sesuai dengan tuntutan kompotitif . Sekalipun keberhasilan sangat ditentukan oleh faktor : (1). Sumber Daya Manusia (2).Sarana dan prasarana(3). Visi dan Misi Sekolah / Madrasah ( 4).Analisis lingkungan internal dan eksternal ( 5).Program kerja yang realistik (6).Dukungan masyarakat (7).Kualitas kinerja kepala sekolah / madrasah (8).pengukuran kinerja (9).Kepuasan kerja guru,dan stap TU.

Gambaran sekolah yang ideal

Optimalisasi proses merupaka syarat utama kualitas output , sementara proses sangat ditentukan oleh : (1)Lokasi sekolah diharapkan tanah yang luasnya minimal 10.000, meter persegi ,posisi tanah tidak tebing ,tidak dekat sungai besar gar tidak bermasalah ketika terjadi banjir . Sebab kalau tidak demikian maka kemungkinan kualitas proses pasti terhambat sekalipu dikelola oleh tenaga profesional .(2) Lingkungan sekolah diharapkan jauh dari kebisingan kendatipun mudah dijangkau oleh peserta didik dan tenaga pengajar.Selain itu berada pada posisi bebas banjir ,dan tidak berdebuh dimusim kemarau.(3)Halaman sekolah yang tersedia adalah merupakan salah satu penentu dari pada kualitas proses . Namun demikian diperlukan penataan kearah terwujudnya peningkatan kualitas kecerdasan hidup bagi siswa ,dengan tidak mengabaikan faktor keindahan seperti ; tanaman hidup bua – buahan ,dan untuk kesejukan sekolah,taman bungauntuk keindahan,kolam ikan disamping utuk keindahan juga berfungsi penyerap air dikala musim hujan,jalan –jalan penghubung antara taman maupun jalan utama menuju gedung utama , lapangan olah raga . (4) Gedung yang sesuai dengan kebutuhan ,serta kondisi tanah .Selain itu ruangan untuk kegiatan proses baik untuk administrasi maupun untuk keperluam pembelajaran serta kegiatan ekstra osis diharapkan terdiri dari : Kantor,ruang pimpinan ,ruang BP, ruang guru,ruang laboratorium, ruang perpustakaan, ruang komputer , ruangibadah, ruang rapat, aula, ruang belajar ,ruang unit kesehatan sekolah ,ruangan osis, ruangan PMR, ruang pramuka ,terpenting jumlah WC disesuaikan perbandingan secara rasional.(5) Sumberdaya manusia . Sekalipun sarana dan prasarana tersedia akan tetapi sumberdaya manusia sebagai pengelola tidak berkualitas,maka dapat dipastikan bahwa proses tidak akan mungkin berjalan sesuai dengan tuntutan kualitas . Sekalipun keberhasilan proses untuk mencapai output maksimal sangat ditentukan oleh ; pertama ,imput(peserta didik baru).kedua Kualitas proses manajemen ketiga, Sarana manajemen yang cukup keempat,Kualitas sumber daya manusia memadai kelima,Kualitas kemampuan manajerial kepala sekolah

Demokratisasi Kebijaksanaan Sebagai Idaman

Seiring dengan kekhawatiran munculnya tirani baru ,maka demokratisasi dalam menentukan kebijaksanaan disekolah merupakan suatu idaman menuju peningkatan kreatifitas guru , dan partisipasi masyarakat . Pemaksaan dengan berbagai dalih tidak akan mendapat tempat lagi dalam dunia pendidikan .Sudah jelas bahwa pemaksaan disekolah hanya akan menumbuhkan frustrasi yang akan melahirkan kemerosotan kemandirian,keputus-asaan . Oleh karena itu dalam menentukan kebijaksanaan disekolah diharapkan : (1) perencanaan tidak lagi satu- satunya bersumber dari atas melainkan sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan ,(2)pelaksanaan program kerja tdak lagi didasarkan instruksi atau petunjuk dari atas , akan tetapi didasarkan atas profesionalitas ,(3) dari segi penentuan standar tidak lagi hanya output dan proses nasional makro ,akan tetapi output nasional makro dan proses lokal ,(4) Target bukannya secara nasional makro melainkan level sekolah wilayah terbatas ,(5) pemahaman tujuan target tidak selamanya berpedoman dari pusat ,tapi didasarkan atas kondisi sekolah , (6) sistem pembagian insentif sebaiknya jangan seragam akan tetapi sistem prestasi agar kreatifitas untuk berprestasi semakin meningkat,(7) umpan balik orang tua siswa sekalipun anak didik tidak bermasalah senantiasa diperlukan secara teratur (8) orientasi bukan hanya pengembangan intelektual nilai ujian nasional melainkan pengembangan aspek intelektual , personal , dan sosial agar peserta didik tidak hanya belajar untuk lulus tapi untuk kepentingan masa datang ,(9) persepsi terhadap input bukan hanya sebagai masukan peserta didik untuk keperluan sebagai raw input yang menentukan hasil akhir melainkan sebagai klien yang memerlukan pelayanan jasa sekolah ,(10) evaluasi tidak hanya dilaksanakan pada titik –titik waktu tertentu dan bersifat seragam,akan tetapi dilaksanakan sepanjang waktu dengan menekankan kebuhan sekolah ,(11) Kontrol sekolah bukan semata-mata dari atasan , tapi dari orang tua peserta didik dan masyarakat sekitarnya,(12) pengambilan keputusan tidak boleh hanya ditangan kepala sekolah dengan perkenan atasan, melainkan berdasarkan hasil rapat guru-guru ,orang tua peserta didik , dan kepala sekolah .(13) peranan orang tua siswa dan masyarakat tidak hanya terbatas pada penyediaan dana ,akan tetapi sangat diharapkan terlibat dalam seluruh proses pendidikan ,kecuali menentukan nilai dan kelulusan .

Kesimpulan

Berdasar dari uraian pada halaman sebelumnya maka dapat disimpulkan bahawa demokratiasi dalam pengelolaan sekolah/Madrasah masih merupakan suatu keharusan ,guna mengatasi kebekuan kreatifitas baik guru maupun tenaga personil lainnya ,tampa itu maka pendidikan berkualitas sulit diwujudkan menjadi suatu kenyataan.

Saran

(1).Kepala sekolah hendaknya jangan merasa puas terhadap hasil yang telah dicapai sebab terkadang mamatikan kreatifitas .(2).Dalam hal pengambilan keputusan disekolah keterlibatan semua pihak sangat diharapkan,agar keberhasilan yang dicapai merupakan keberhasilan bersama.(3).Sebagai pengelola sekolah diharapkan memiliki minimal tiga keterampilan yakni ; keterampilan konseptual , keterampilan humanis , keterampilan tekhnis.

DAFTAR PUSTAKA

1 . Armstrong Michael ,2003 . How to be can even better manajer (menjadi

manajer yang lebih baik lagi) .Batam centre,

29432 ; Binarupa Aksara ,PO.BOX.238.

2 . Budiardjo Miriam , 1982 . Dsar – dasar Ilmu Politik .Jkarta ;PT Gramedia .

3 . Husba Mustafa , 2005. Administrasi Pendidikan .Makassar ; PT Pustaka Nusantara Padaidi.

4 . Imron Ali , 2002. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia .Jakarta : Bigraf

Publishing .

5 . Kabai Zaenuddin .2007. Kreatifitas dan Inovasi Kepala Sekolah Dalam Memajukan Sekolah Sebuah Tinjauan.Bantaeng; (makalah) Seleksi Calon Kepala Sekolah .

6 . -------------------------- 2005 .Reformasi Sosial Budaya Kearah Demokratisasi Anti-KKN Melalui pengembangan Manajemen Pendidikan Bantaeng :(makalah) Pengembangan Profesi Guru untuk kenaikan pangkat dari IV/ a ke IV /b.

7 . ------------------------------ 2004 .Mutu Pendidikan Di Indonesia Antara Harapan dan Keprihatinan .(makalah) Bantaeng ;Disampaikan pada acara dialog akhir tahun pengurus osis dan alumni SMA Neg.2 .Bantaeng.

8 Munandar utami , 1999 .Pengembangan kreativitas anak Berbakat.Jakarta :

PT.Rineka C

9 .Mulyasa ,2003 . Kurikulum Berbasis Kompetensi ,Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

10 .Rivai ,Veithzal ,2003 . Kepemimpinan dan prilaku organisasi.Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

11 . Sardiman , 2003 . Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar .Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada .

12 . Syafaruddin ,2005. Manajemen Pembelajaran .Jakarta : Quantum Teaching.

13 . Salusu .J. 2003 . .Pengembangan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi non Profit .Jakarta : PT.Gramedia Widia Srana Indonesia

14. U U .RI NO.20.TH.2003 . SISDIKNAS .Jakarta :BP.Cipta Jaya .

15 . Wahjosumidjo .2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah .Jakarta :PT.Rajagrafindo Persada .

16 . Zamroni . 2003 .Pendidikan untuk Demokrasi .Jakarta ;BIGRAF Publishing .

4 komentar:

RIMSYAH mengatakan...

pak....
sekarang saya sedang bikin skripsi...
untuk jenis data nominal yang saya peroleh dari angket, cara menguji
realibilitasnya pake apa ya pak....pake alpha cronbach kok hasilnya kecil,
ada yg bilang tidak usah dicek...
untuk diketahui angket nya ada 7 pertanyaan, semua menghasilkan data
nominal...
contohnya kapolsek yang anda anggap baik dari etnis
mana?jawa/sunda/batak/sama saja

mohon pencerahan....

Drs. Zaenuddin Kabai, M.Pd. mengatakan...

Betul rumus yang anda pakai .tapi yang anda analisis reliabilitasnya adalah data yang valid saja .Artinya lihat yang memenuhi kriteria pada tabel uji validitas ,misalnya jumlah responden 25 orang berarti nilai R tidak boleh kurang dari 0,396 .Terus yang masuk kriteria inilah dianalisis untuk uji reliabilitas .Nilai r . itu minimal min satu dan maksimal satu

Drs. Zaenuddin Kabai, M.Pd. mengatakan...

Tergantung metodologi penelitian yang dipakai .Kalau pakai regresi maka harus ada uji reliabilitas .sekalipun data yang sudah valid itu pasti reliabel .makanya yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen yang valid saja .dengan menggunakan analisis regresi ,R .Hitung lebih besar dari R.Tabel Baca buku sujana.Sugiono,dan arif Tiro .

Drs. Zaenuddin Kabai, M.Pd. mengatakan...

Tergantung metodologi penelitian yang dipakai .Kalau pakai regresi maka harus ada uji reliabilitas .sekalipun data yang sudah valid itu pasti reliabel .makanya yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen yang valid saja .dengan menggunakan analisis regresi ,R .Hitung lebih besar dari R.Tabel Baca buku sujana.Sugiono,dan arif Tiro .